STUDI ISLAM 1
Oleh :
1. Hirzi Ghazian 11140910000010
3. Prasetyo 11140910000024
PROGRAM STUDI TEKNIK INFORMATIKA
FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI
UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
2014
KATA PENGANTAR
Assalamu’alaikum Wr. Wb.
Puji syukur kami panjatkan atas kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya dan tidak lupa pula sholawat serta salam kami panjatkan kepada Nabi Besar kita Muhammad SAW yang telah membawa umatnya dari zaman kegelapan menuju zaman yang terang benderang seperti saat ini.
Kami juga mengucapkan terima kasih kepada dosen mata kuliah Studi Islam I serta teman-teman yang telah membantu kami dalam pembuatan makalah ini, sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini yang berjudul “Tauhid” kami menyadari bahwa masih terdapat kekurangan dalam makalah ini, sehingga kami senantiasa terbuka untuk menerima saran dan kritik pembaca demi penyempurnaan makalah berikutnya. Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi kita semua.
Wassalammu’alaikum Wr. Wb.
Penyusun
DAFTARISI
Halaman Judul............................................................................................ 1
Kata Pengantar............................................................................................ 2
Daftar Isi......................................................................................................3
BAB I PENDAHULUAN...........................................................................4
A. Latar Belakang.......................................................................................4
B. Rumusan Masalah..................................................................................4
C. Tujuan Penulisan....................................................................................4
BAB II PEMBAHASAN
A. Pengertian tauhid....................................................................................5
B. Pembagian Tauhid..................................................................................9
C. Applikasi Tauhid...................................................................................10
D. Pendiri Ilmu Tauhid..............................................................................15
E. Hukum Mempelajari Ilmu Tauhid.........................................................16
F. Sifat-sifat Allah
BAB IIIPENUTUP.................................................................................. 50
DAFTAR PUSTAKA............................................................................... 51
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Ilmu Tauhid adalah salah satu ilmu paling penting dalam agama islam. Ilmu yang mempelajari tentang keesaan tuhan ini perlu dipelajari oleh setiap mukallaf, orang-orang muslim yang baligh dan berakal. Karena masih kurangnya pembelajaran Ilmu Tauhid secara mendetail di sekolah-sekolah maupun madrasah, maka diharuskan agar ada yang menyusun dan merangkum ilmu Tauhid dengan lengkap, singkat, dan mudah dipahami semua kalangan.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan pemaparan dari latar belakang tersebut, dapat dirumuskan masalah sebagai berikut yaitu:
1. Apakah pengertian dari tauhid?
2. Berapa macamkah jenis tauhid?
3. Apakah aplikasi dari tauhid?
C. Tujuan
Adapun tujuan disusunya makalah ini yaitu:
1. Untuk melengkapi nilai dan tugas kelompok mata kuliah Studi Islam I
2. Untuk meningkatkan ilmu pengetahuan tentang ilmu tauhid
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Tauhid
Tauhid, secara bahasa berasal dari kata “wahhada – yuwahhidu” yang artinya menjadikan sesuatu satu/tunggal/esa (menganggap sesuatu esa). Secara istilah syar’i, tauhid berarti mengesakan Allah dalam hal Mencipta, Menguasai, Mengatur dan mengikhlaskan (memurnikan) peribadahan hanya kepada-Nya, meninggalkan penyembahan kepada selain-Nya serta menetapkan Asma’ul Husna (Nama-nama yang Bagus) dan Shifat Al-Ulya (sifat-sifat yang Tinggi) bagi-Nya dan mensucikan-Nya dari kekurangan dan cacat.
SYARAH:
Tauhid dalam bahasa artinya menjadikan sesuatu esa.Yang dimaksud disini adalah mempercayai bahwa Allah itu esa.Sedangkan secara istilah ilmu Tauhid ialah ilmu yang membahas segala kepercayaan-kepercayaan yang diambil dari dalil dalil keyakinan dan hukum-hukum di dalam Islam termasuk hukum mempercayakan Allah itu esa.
Seandainya ada orang tidak mempercayai keesaan Allah atau mengingkari perkara-perkara yang menjadi dasar ilmu tauhid, maka orang itu dikatagorikan bukan muslim dan digelari kafir. Begitu pula halnya, seandainya seorang muslim menukar kepercayaannya dari mempercayai keesaan Allah, maka kedudukannya juga sama adalah kafir.
Perkara dasar yang wajib dipercayai dalam ilmu tauhid ialah perkara yang dalilnya atau buktinya cukup terang dan kuat yang terdapat di dalam Al Quran atau Hadis yang shahih. Perkara ini tidak boleh dita’wil atau ditukar maknanya yang asli dengan makna yang lain.
Tujuan mempelajari ilmu tauhid adalah mengenal Allah dan rasul-Nya dengan dalil dalil yang pasti dan menetapkan sesuatu yang wajib bagi Allah dari sifat sifat yang sempurna dan mensucikan Allah dari tanda tanda kekurangan dan membenarkan semua rasul rasul Nya.
Adapun perkara yang dibicarakan dalam ilmu tauhid adalah dzat Allah dan dzat para rasul Nya dilihat dari segi apa yang wajib (harus) bagi Allah dan Rasul Nya, apa yang mustahil dan apa yang jaiz (boleh atau tidak boleh)
Jelasnya, ilmu Tauhid terbagi dalam tiga bagian:
1. Wajib
2. Mustahil
3. Jaiz (Mungkin)
1- WAJIB
Wajib dalam ilmu Tauhid berarti menentukan suatu hukum dengan mempergunakan akal bahwa sesuatu itu wajib atau tidak boleh tidak harus demikian hukumnya.Hukum wajib dalam ilmu tauhid ini ditentukan oleh akal tanpa lebih dahulu memerlukan penyelidikan atau menggunakan dalil.
Contoh yang ringan, uang seribu 1000 rupiah adalah lebih banyak dari 500 rupiah.Artinya akal atau logika kita dapat mengetahui atau menghukum bahwa 1000 rupiah itu lebih banyak dari 500 rupiah.Tidak boleh tidak, harus demikian hukumnya. Contoh lainnya, seorang ayah usianya harus lebih tua dari usia anaknya. Artinya secara akal bahwa si ayah wajib atau harus lebih tua dari si anak
Ada lagi hukum wajib yang dapat ditentukan bukan dengan akal tapi harus memerlukan penyelidikan yang rapi dan cukup cermat.Contohnya, Bumi itu bulat. Sebelum akal dapat menentukan bahwa bumi itu bulat, maka wajib atau harus diadakan dahulu penyelidikan dan mencari bukti bahwa bumi itu betul betul bulat.Jadi akal tidak bisa menerima begitu saja tanpa penyelidikan lebih dahulu. Contoh lainnya, sebelum akal menghukum dan menentukan bahwa ”Allah wajib atau harus ada”, maka harus diadakan dahulu penyelidikan yang rapi yang menunjukkan kewujudan atau keberadaan bahwa Allah itu wajib ada. Tentu hal ini perlu dibantu dengan dalil-dalil yang bersumber dari Al Quran.
2- MUSTAHIL
Mustahil dalam ilmu tauhid adalah kebalikan dari wajib.Mustahil dalam ilmu tauhid berarti akal mustahil bisa menentukan dan mustahil bisa menghukum bahwa sesuatu itu harus demikian.
Hukum mustahil dalam ilmu tauhid ini bisa ditentukan oleh akal tanpa lebih dahulu memerlukan penyelidikan atau menggunakan dalil.Contohnya , uang 500 rupiah mustahil lebih banyak dari 1000 rupiah. Artinya akal atau logika kita dapat mengetahui atau menghukum bahwa 500 rupiah itu mustahil akan lebih banyak dari1000 rupiah. Contoh lainnya, usia seorang anak mustahil lebih tua dari ayahnya. Artinya secara akal bahwa seorang anak mustahil lebih tua dari ayahnya.
Sebagaimana hukum wajib dalam Ilmu Tauhid, hukum mustahil juga ada yang ditentukan dengan memerlukan penyelidikan yang rapi dan cukup cermat. Contohnya: Mustahil bumi ini berbentuk tiga segi. Jadi sebelum akal dapat menghukum bahwa mustahil bumi ini berbentuk segi tiga, perkara tersebut harus diselidik dengan cermat yang bersenderkan kepada dalil kuat. Contoh lainnya: Mustahil Allah boleh mati. Jadi sebelum akal dapat menghukum bahwa mustahil Allah boleh mati atau dibunuh, maka perkara tersebut hendaklah diselidiki lebih dahulu dengan bersenderkan kepada dalil yang kuat.
3- JAIZ (MUNGKIN):
Apa arti Jaiz (mungkin) dalam ilmu Tauhid? Jaiz (mungkin) dalam ilmu tauhid ialah akal kita dapat menentukan atau menghukum bahwa sesuatu benda atau sesuatu dzat itu boleh demikian keadaannya atau boleh juga tidak demikian.Atau dalam arti lainya mungkin demikian atau mungkin tidak. Contohnya: penyakit seseorang itu mungkin bisa sembuh atau mungkin saja tidak bisa sembuh. Seseorang adalah dzat dan sembuh atau tidaknya adalah hukum jaiz (mungkin).Hukum jaiz (Mungkin) disini, tidak memerlukan hujjah atau dalil.
Contoh lainya: bila langit mendung, mungkin akan turun hujan lebat, mungkin turun hujan rintik rintik, atau mungkin tidak turun hujan sama sekali. Langit mendung dan hujan adalah dzat, sementara lebat, rintik rintik atau tidak turun hujan adalah Hukum jaiz (Mungkin).
Seperti hukum wajib dan mustahil, hukum jaiz (mungkin) juga kadang kandang memerlukan bukti atau dalil. Contohnya manusia mungkin bisa hidup ratusan tahun tanpa makan dan minum seperti terjadi pada kisah Ashabul Kahfi yang tertera dalam surat al-Kahfi. Kejadian manusia bisa hidup ratusan tahun tanpa makan dan minum mungkin terjadi tapi kita memerlukan dalil yang kuat diambil dari al-Qur’an..
Contoh lainnya: rumah seseorang dari di satu tempat mungkin bisa berpindah dengan sekejap mata ke tempat yang lain yang jaraknya ribuan kilometer dari tempat asalnya seperti terjadi dalam kisah nabi Sulaiman as telah memindahkan istana Ratu Balqis dari Yaman ke negara Palestina yang jaraknya ribuan kilo meter. Kisah ini sudah barang tentu memerlukan dalil yang diambil dari al-Qu’ran.
B. Pembagian Tauhid
Tauhid dibagi menjadi tiga macam:
1. Tauhid Ar-Rububiyyah
Yaitu mengesakan Allah dalam hal perbuatan-perbuatan Allah, dengan meyakini bahwasanya Dia adalah satu-satuNya Pencipta seluruh makhluk-Nya. Allah berfirman yang artinya:
Katakanlah: “Siapakah Tuhan langit dan bumi?” Jawabnya: “Allah”. Katakanlah: “Maka Patutkah kamu mengambil pelindung-pelindungmu dari selain Allah, Padahal mereka tidak menguasai kemanfaatan dan tidak (pula) kemudharatan bagi diri mereka sendiri?”. Katakanlah: “Adakah sama orang buta dan yang dapat melihat, atau samakah gelap gulita dan terang benderang; Apakah mereka menjadikan beberapa sekutu bagi Allah yang dapat menciptakan seperti ciptaan-Nya sehingga kedua ciptaan itu serupa menurut pandangan mereka?” Katakanlah: “Allah adalah Pencipta segala sesuatu dan Dia-lah Tuhan yang Maha Esa lagi Maha Perkasa”. (Ar-Ra’d : 16)
dan Dia adalah Pemberi Rezeki bagi seluruh binatang dan manusia, Firman-Nya yang artinya:
“Dan tidak ada suatu binatang melata pun di bumi melainkan Allah-lah yang memberi rezkinya, dan Dia mengetahui tempat berdiam binatang itu dan tempat penyimpanannya”.(Hud : 6)
Dia adalah Raja segala raja, Pengatur semesta alam, … Pemberi ketentuan takdir atas segala sesuatu, Yang Menghidupkan dan Yang Mematikan.
2. Tauhid Al-Uluhiyyah
Tauhid Al-Uluhiyyahdisebut juga Tauhid Ibadah, dengan kaitannya yang disandarkan kepada Allah disebut tauhid uluhiyyah dan dengan kaitannya yang disandarkan kepada hamba disebut tauhid ibadah, yaitu mengesakan Allah Azza wa Jalla dalam peribadahan.
3. Tauhid Al-Asma’ wa Shifat
Tauhid Al-Asma’ wa Shifat yaitu mengesakan Allah dalam Nama-nama dan Sifat-sifat bagi-Nya, dengan menetapkan semua Nama-nama dan sifat-sifat yang Allah sendiri menamai dan mensifati Diri-Nya di dalam Kitab-Nya (Al-Qur’an), SunnahNabi-Nya Shallallahu ‘alaihi wa Sallam tanpa Tahrif (menyelewengkan makna), Ta’thil (mengingkari), Takyif (mempertanyakan/menggambarkan bagaimana-nya)dan Tamtsil (menyerupakan dengan makhluk).
Dan ketiga macam Tauhid ini terkumpul dalam firman-Nya yang artinya:
“ Tuhan (yang menguasai) langit dan bumi dan apa-apa yang ada di antara keduanya, Maka sembahlah Dia dan berteguh hatilah dalam beribadat kepada-Nya. Apakah kamu mengetahui ada seorang yang sama dengan Dia (yang patut disembah)?” (Maryam : 65).
C. Aplikasi Tauhid
Pengucapan kalimat tauhid dengan lisan belaka tidaklah cukup karena ia mempunyai konsekuensi yang harus di tunaikan. Para ulama menegaskan bahwa mengesakan Allah adalah dengan meninggalkan perbuatan syirik baik kecil maupun besar.Di antara konsekuensi pengucapan kalimat tauhid itu adalah mengetahui kandungan maknanya kemudian mengaplikasikannya dalam kehidupan sehari-hari.Allah berfirman “Maka ketahuilah bahwa sesungguhnya tidak ada tuhan melainkan Allah.”Kalimat Tauhid berarti Pengingkaran kepada segala sesuatu yg disembah selain Allah SWT dan menetapkan bahwa yang berhak disembah hanyalah Allah semata tidak kepada selain-Nya.
Aplikasi secara sederhana dari kalimat tauhid “laa ilaaha illallah” adalah keyakinan yang mutlak yang patut kita tanamkan dalam jiwa bahwa Allah Maha Esa dalam hal mencipta dalam penyembahan tanpa ada sesuatu pun yang mencampuri dan tanpa ada sesuatu pun yang sepadan dengan-Nya kemudian menerima dengan Ikhlas akan apa-apa yang berasal dari-Nya baik berupa perintah yang mesti dilaksanakan ataupun larangan yang mesti di tinggalkan semua itu akan mudah ketika hati ikhlas mengakui bahwa Allah SWT itu Maha Esa.
Sesungguhnya wajib bagi kita untuk mengenal Allah ( tauhid ) sebelum kita beribadah & beramal karena suatu ibadah itu diterima jika Tauhid kita benar & tidak tercampur dengan kesyirikan ( menyekutukannya dalam peribadatan ) , maka tegaknya ibadah & amalan kita harus didasari terlebih dahulu dengan At Tauhid sebagaimana akan kita jelaskan dibawah ini :
” Ketahuilah ( ya Muhammad ) sesungguhnya tidak ada sembahan yang haq kecuali Allah, & mohonlah ampun bagi dosa-dosamu, dan bagi (dosa) orang-orang mukmin, laki-laki dan perempuan. ( QS. Muhammad : 19 ).
Ketahuilah semoga Allah merohmatimu- sesungguhnya Allah menegaskan & mendahulukan serta mengutamakan untuk mengetahui dan berilmu tentang At tauhid dari pada beribadah yaitu beristifghfar, dikarenakan ” mengenal tauhid menunjukkan ilmu ‘usul ( dasar pokok & pondasinya agama ), adapun beristighfar menunjukkan ilmu furu’ ( cabang dan aplikasi dari ilmu usul tersebut ).
Dan tidak ada perselisihan sedikitpun dikalangan para ulama salaf dan khalaf serta umat islam seluruhnya bahwasanya : paling afdal & utamanya para nabi & rasul adalah ke empat nabi tersebut ( Muhammad, Musa, Isa, & Ibrahim ) , tatkala Allah menetapkan & memerintahkan kepada empat rasul yang mulia ini untuk ma’rifah ( berilmu & mengetahui ) ilmu usul dan dasar serta pondasi agama yaitu Tauhid sebelum ilmu furu’ ( sebagai aplikasi dari ilmu usul ).
Inti dari pembahasan diatas : jadi telah tetap (syabit) dan benar (haq) bahwasanya berilmu dan mengetahui serta mengenal at tauhid itu adalah kewajiban yang paling pokok & utama sebelum mengenal yang lainya serta beramal ( karena suatu amalan itu akan di terima jika tauhidnya benar ).
D. Pendiri Ilmu Tauhid
Orang yang pertama tama mendirikan atau menyusun ilmu tauhid ialah Abu Hasan Al-Asyari dan Abu Manshur al-Maturidi dan pengikut pengikut mereka. Tentu kita jangan hanya mengetahui nama nama mereka sebagai pendiri pendiri ilmu Tauhid tapi sekurang kurangnya harus mengetahui siapa mereka itu? Di bawah ini terlampir ringkasan sejarah mereka:
1- ABU AL-HASAN AL-ASY’ARI
Nama lengkapnya Abu Al-Hasan Ali bin Isma’il bin Abi Bisyr Ishaq al-Asy’ari al-Yamani al-Bashri. Al-Asy’ari kabilah yang berasal dari Yaman, tapi beliau lahir dan besar di Bashrah – Iraq.
Abu al-Hasan Al-Asy’ari lahir di Basra tahun 260 H, namun sebagian besar hidupnya di Baghdad sampai beliau wafat tahun 324H. Beliau adalah seorang pemikir muslim pendiri paham Asy’ari. Sebelum mendirikan faham Asy’ari, beliau sempat berguru pada seorang Mu’tazilah terkenal, yaitu Abi Ali al-Jubba’i, namun pada tahun 299 H dia mengumumkan keluar dari faham Mu’tazilah, dan mendirikan faham baru yaitu faham atau thariqah Ahli Sunnah Wal Jamaah yang kemudian dikenal sebagai thariqah Asy’ariah. Banyak tokoh pemikir islam yang mendukung pemikiran-pemikiran beliau, salah satunya yang terkenal adalah Imam besar Al-Ghazali, terutama di bidang ilmu Kalam, Tauhid dan Ushuludin.
Walaupun banyak juga ulama yang menentang pamikirannya, tetapi banyak masyarakat muslim yang mengikuti pemikirannya. Orang-orang yang mengikuti dan mendukung pendapat dan faham beliau dinamakan pengikut “Asy’ariyyah”, bahkan tidak sedikit nama nama mereka dinisbatkan kepada nama imamnya (Al-Asy’ari). Diantaranya pengarang kitab ini ”Al’Aqaid Ad-Diniyyah”, Habib Abdurahman bin Saggaf Assagaf sangat menyenangi jika namanya dinisbatkan kepada nama Abu Hasan Al-Asy’ari
Di Asia mayoritas penduduknya muslim banyak yang mengikuti faham imam Abu Hasan Al-Asy’ari, yang diserasikan dengan faham ilmu Tauhid yang dikembangkan oleh Imam Abu Manshur Al-Maturidi terutama pelajaran yang menyangkut pengenalan sifat-sifat Allah yang terkenal dengan nama “sifat 20″. Pelajaran ini banyak diajarkan di pesantren-pesantren di seluruh Indoneisa, dan di sekolah-sekolah formal pada umumnya seperti Jamiat Khair (dahulu) yang dipelopori oleh Habib Utsman bin Yahya dan Habib Ali Al-Habsyi.
2- ABU MANSHUR AL-MATURIDI
Abu Manshur Muhammad bin Muhammad al-Maturidi As-Samarqandi berasal diri daerah Maturid di Samarqand- Uzbekistan. Tidak diketahui dengan jelas tahun kelahiranya, tapi bisa dikatakan bahwa beliau lahir pada masa pemerintahan khalifah Al-Mutawakil Al-Abbasi, dan diperkirakan beliau lebih muda dari Abu al-Hasan Al-Asy’ari 20 tahunan
Abu Manshur al-Maturidi sama dengan Abu al-Hasan Al-Asy’ari adalah pemikir muslim dan pendiri faham Ahli Sunnah Wal Jama’ah dengan dalil dalil yang diambil dari Al-Qur’an dan Sunnah Nabi saw dan juga bersendarkan kepada dalil Aqli. sehingga dia diberi julukan “Imam Al-Huda” atau “Imam al-Mutakalimin”. Abu Mansur al-Maturidi dan Abu al-Hasan merupakan tokoh tokoh pertama yang mendirikan faham Ahli Sunnah Wal Jama’ah terutama dalam ilmu yang bersangkutan dengan Aqidah dan mengenal Allah.
Pemikiran Abu Manshur berkisar sekitar ilmu Ta’wil al-Qur’an, Usul Fiqih, Ilmu Kalam, Tauhid dll. Setelah beliau menerapkan pemikirannya kepada masyarakat, beliau mulai mencatatnya dan meluncurlah setelah itu beberapa buku beliau terutama tentang ilmu Akidah diantara kitab kitab beliau yang terkenal adalah “at-Tauhid”, “Ar-Rad ‘Ala Al-Qaramithah”, “Bayan Wahmi al-Mu’tazilah” dan masih banyak lagi kitab kitab beliau yang bertujuan untuk mempertahankan akidah Ahli Sunnah Wal Jama’ah.
Telah disebut dalam beberapa marja’ bahwa Abu Manshur Al-Maturidi wafat pada tahun 332H di Samarqand dan kuburannya sangat dikenal masyarakat setempat. Wallahu’alam
E. Hukum Mempelajari Ilmu Tauhid
Hukum mempelajari ilmu tauhid adalah fardu ’ain atau wajib bagi setiap mukallaf (orang yang akil dan baliqh), laki laki dan perempuan. Jadi mempelajari ilmu tauhid adalah wajib atau satu keharusan bagi setiap orang baik laki laki atau perempuan yang memiliki akal sehat dan telah memasuki umur dewasa sebelum ia mempelajari ilmu ilmu agama lainnya. Karena ilmu ini bersangkutan dengan keimanan dan keberadaan Allah dan para rasul rasul-Nya.
Jelasnya mempelajari ilmu tauhid adalah wajib bagi setiap mukallaf dan muslim, karena hal ini bisa membawanya untuk mempercayai bahwa terdapat beberapa sifat kesempurnaan yang tidak terhingga bagi Allah dan mempercayai akan sifat wajib Allah yang dua puluh dan harus diketahui juga sifat mustahil bagi Allah.
F. SIFAT-SIFAT ALLAH
Wajib bagi setiap muslim mukallaf yaitu yang memiliki akal yang sehat dan sudah masuk dewasa mempercayai bahwa terdapat beberapa sifat kesempurnaan yang tidak terhingga bagi Allah. Sifat sifat Allah itu banyak sekali dan tidak terhitung. Seandainya air laut dijadikan tinta untuk untuk menulis sifat sifat Allah tentu kita tidak akan mampu mencatatnya. Maka dari itu Abu Manshur Al-Maturidi membatasi 20 sifat yang wajib (artinya harus ada) pada Allah.Jika tidak memiliki sifat itu, berarti dia bukan Allah.
Jadi, minimal kita harus memahami dan meyakini 20 sifat tersebut agar tidak tersesat.Setelah itu kita bisa mempelajari sifat Allah lainnya yang banyak. Sebagaimana wajib dipercayai akan sifat Allah yang dua puluh maka perlu juga diketahui juga sifat yang mustahil bagi Allah. Sifat yang mustahil bagi Allah merupakan lawan dari sifat wajib.Ada pula sifat Jaiz (kebolehan) bagi Allah.
1. SIFAT-SIFAT WAJIB BAGI ALLAH
a. Pengertian
Sifat wajib bagi Allah adalah sifat yang harus ada pada Zat Allah sebagai kesempurnaan bagi-Nya. Allah adalah Khaliq, Zat yang memiliki sifat yang tidak mungkin sama dengan sifat-sifat yang dimiliki makhluk-Nya. Zat Allah tidak bisa dibayangkan sebagaimana bentuk, rupa dan ciri-ciri-Nya.Begitu juga sifat-sifat-Nya, tidak bisa disamakan dengan sifat-sifat makhluk.Sifat-sifat wajib bagi Allah itu diyakini melalui akal (wajib aqli)dan berdasarkan dalil naqli (Al-Qur’an dan Hadits).
b. Sifat-sifat wajib Allah dan Pembagiannya
PEMBAGIAN SIFAT SIFAT ALLAH
Sifat Wajib dibagi 4 bagian:
I – Sifat Nafsiyyah
II – Sifat Salbiyah
III – Sifat Ma’ani
IV – Sifat Ma’nawiyah
I – SIFAT NAFSIYYAH(SIFAT KEPERIBADIAN)
Maksudnya sesuatu yang tidak bisa diterima oleh akal jika Allah tidak disifatkan dengan sifat ini.Atau bisa juga dikatakan sifat untuk menentukan adanya Allah, di mana Allah menjadi tidak mungkin ada tanpa adanya sifat tersebut.adapun yang tergolong sifat ini hanya satu yaitu sifat wujud.
1- Wujud
Artinya: Ada
Sifat Mustahil: ’Adam
Aritnya : Tidak Ada
Allah Taala itu ada.Mustahil Allah itu tiada.
II – SIFAT SALBIYAH
Maksudnya sifat yang menolak apa yang tidak layak bagi Allah. Atau dikatakan juga sifat yang digunakan untuk meniadakan sesuatu yang tidak layak bagi Allah. Sifat Salbiyah ini ada lima sifat yakni :
2- Qidam
Artinya: Sedia/terdahulu/tidak ada permulaanya
Sifat Mustahil: Huduts
Artinya: Baru
Allah Taala itu sedia/terdahulu, tidak ada permulaanya.Mustahil Allah itu didahului oleh ‘Adam (ada permulaanya).
3- Baqa’
Artinya: Kekal
Sifat Mustahil: Fana’
Artinya: Binasa
Allah itu bersifat kekal. Mustahil Ia dikatakan fana (binasa)
4- Mukhalafah Lilhawaditsi
Artinya: Tidak sama dengan yang baru
Sifat Mustahil: Mumatsalah Lilhawaditsi
Artinya: Sama dengan yang baru
Allah itu tidak mempunyai sifat-sifat yang baru yakni dijadikan dan dihancurkan.Mustahil bersamaan dengan yang baru.
5- Qiyam Binafsihi
Artinya: Berdiri dengan dirinya sendiri
Sifat Mustahil: Ihtiyaj Ila Mahal Wa Mukhashshash
Allah Taala itu berdiri sendiri. Mustahil tidak berdiri dengan dirinya sendiri atau berdiri pada lainnya dan berdirinya tidak memerlukan tempat tertentu
6- Wahdaniyah
Artinya: Esa
Sifat Mustahil: Ta’addud
Allah itu Maha Esa Dzat-Nya, Esa sifat-Nya dan esa juga perangai-Nya. Mustahil ia mempunyai Dzat, sifat dan perangai yang berbilang-bilang.
III – SIFAT MA’ANI
Maksudnya sifat yang diwajibkan bagi zat Allah suatu hukum atau sifat yang pasti ada pada Dzat Allah. Sifat ini terdiri dari tujuh sifat,yakni :
7-Qudrah
Artinya: Kuasa
Sifat Mustahil: ’Ajez
Artinya: Lemah
Alah Taala itu Maha Berkuasa, apapun bisa dilakukannya.Mustahil Allah itu lemah atau tidak berkuasa.
8- Iradah
Artinya: Menentukan
Sifat Mustahil: Karahah
Artinya: Terpaksa
Allah itu Menentukan segala-galanya, semua terjadi dengan ketentuan Allah, Mustahil Allah Taala itu terpaksa dan dipaksa menentukan segala galanya
9- ’Ilim
Artinya: Mengetahui
Sifat Mustahil: Jahil
Artinya: Bodoh
Allah Taala itu amat mengetahui segala-galanya.Mustahil Allah tidak mengetahu atau bodoh.
10- Hayah
Artinya: Hidup
Sifat Mustahil: Maut
Artinya: Mati
Allah Taala itu sentiasa hidup yakni sentiasa ada.Mustahil Allah Taala itu bisa mati, dianiyaya atau dibunuh.
11- Sama’
Artinya: Mendengar
Sifat Mustahil: Shamam
Artinya: Tuli
Allah Taala itu mendengar.Mustahil Allah tuli atau tidak mendengar.
12- Bashar
Artinya: Melihat
Sifat Mustahil: ’Ama
Artinya: Buta
Allah Taala itu sentiasa melihat.Mustahil Allah Taala itu buta.
13- Kalam
Artinya: Berkata-kata
Sifat Mustahil: Bakam
Artinya: Bisu
Allah Taala itu berkata-kata atau berbicara.Mustahil Allah Taala itu tidak berbicara atau bisu.
IV – SIFAT MA’NAWIYAH
Maksudnya sifat Allah yang dilazimkan atau tidak bisa dipisahkan dengan Sifat Ma’ani.Sifat Ma’nawiyah adalah sifat yang mulazimah atau menjadi akibat dari sifat ma’ani. Sifat ini terdiri dari tujuh sifat, yakni :
14- Kaunuhu Qodiran
Artinya: Keberadaan Allah Maha Kuasa
Sifat Mustahil: Kaunuhu ’Ajizan
Artinya: Keberadaan Allah lemah (tidak berkuasa)
Allah Taala keberadaanya amat berkuasa sifatnya.Mustahil bagi Allah memiliki sifat lemah atau tidak berkuasa.
15- Kaunuhu Muridan
Artinya: Menentukan
Sifat Mustahil: Kaunuhu Mukrahan
Artinya: Terpaksa
Allah Taala itu berkuasa menentukan apa yang dikehendakinya. Mustahil sifatnya terpaksa atau dipaksa
16- Kaunuhu ‘Aliman
Artinya: Maha Mengetahui
Sifat Mustahil:Kaunuhu Jahilan
Artinya: Bodoh
Allah Taala itu maha mengetahui.Mustahil Allah Taala itu jahil/bodoh atau tidak mengetahui.
17- Kaunuhu Hayyan
Artinya: Hidup
Sifat Mustahil: Kaunuhu Mayyitan
Allah Taala itu Maha Hidup dan menghidupkan alam ini.Mustahil Allah itu bisa mati atau dibunuh.
18- Kaunuhu Sami’an
Artinya: Mendengar
Sifat Mustahil: Kaunuhu Ashamma
Artinya: Tuli
Allah Taala itu maha mendengar.Mustahil jika Allah Taala tidak mendengar atau tuli.
19- Kaunuhu Bashiran
Artinya: Melihat
Sifat Mustahil: Kaunuhu A’ma
Artinya: Buta
Allah Taala itu melihat semua kejadian di muka bumi.Mustahil jika sifat Allah itu tidak melihat atau buta.
20- Kaunuhu Mutakalliman
Artinya: Maha Berkata-kata
Sifat Mustahil: Kaunuhu Abkama
Artinya: Bisu
Allah Taala itu berkata-kata.Mustahil jika Allah Ta’ala bisu atau tidak bisa berkata-kata.
c. Penjelasan Sifat Wajib
1.Wujud
Wujud (ada) adalah sifat Nafsiyyah artinya sesungguhnya Allah itu ada dan keberadaan Nya itu pasti tidak diragukan lagi.Sifat ini juga menegaskan di mana Allah menjadi tidak ada tanpa adanya sifat tersebut.
Wujud artinya ada dan sifat mustahilnya ‘Adam artinya tidak ada.Untuk membuktikan bahwa Allah itu ada bukan hal yang mudah, kecuali bagi orang-orang yang memiliki keimanan yang luhur.Memang kita tidak dapat melihat wujud Allah secara langsung, tetapi dengan menggunakan akal, kita dapat menyaksikan ciptaan-Nya.Dari mana alam semesta ini berasal?Pastilah ada yang menciptakannya.Tidak mungkin alam semesta ini jadi dengan sendirinya tanpa ada yang menciptakan.
Untuk membuktikan bahwa Allah itu ada tergantung kepada pengetahun dan cara berfikir setiap orang. Ada orang yang pengetahuan dan cara berfikirnya sederhana, dia bisa membuktikan keberadaan Allah dengan dalil yang sangat sederhana pula. Contohnya seperti yang telah dikisahkan dalam pelajaran sebelumnya, pernah seorang Badui (Arab dari pegunungan) ditanya, ”Dari mana kau mengetahui bahwa Allah itu ada?”. Kebetulan di muka orang Badui tadi ada kotoran unta. Ia menjawab ”Apakah kau lihat kotoran unta ini? Setiap ada kotoran unta pasti ada untanya. Tidak mungkin kotoran unta itu berada dengan sendirinya”
Sedangkan untuk kita yang hidup di abad serba canggih dan modern cara membuktikannya pula berbeda. Tentu kita melihat pesawat terbang, kereta api, mobil, komputer dan lain-lainnya, sesuatu yang tidak masuk akal jika semua itu terjadi dengan sendirinya. Ya sudah pasti ada pembuatnya.Bahkan sampai benda-benda yang sederhana saja seperti jarum ada yang membuatnya, tidak mungkin jarum itu jadi dengan sendirinya.Apalagi sekarang dunia sudah bertambah maju dan teknologi sudah jahuh semakin canggih.
Karena kita tidak bisa melihat Allah, bukan berarti Allah itu tidak ada.Allah ada.Mesikpun kita tidak bisa melihat-Nya, tapi kita bisa merasakan ciptaannya. Pernyataan bahwa Allah itu tidak ada hanya karena panca indera manusia yang sangat terbatas, karena Dia tidak bisa diraba dan tidak bisa dilihat, makanya kita tidak bisa mengetahui keberadaan Allah kecuali dengan bukti bukti ciptaan Nya
Tapi kalau kita pikirkan berapa banyak benda yang tidak bisa dilihat atau didengar manusia, kenyataannya benda itu ada?Betapa banyak benda benda di langit yang jaraknya milyaran kilo meter yang tidak pernah dilihat manusia, tapi benda itu sebenarnya ada?Berapa banyak dzat berukuran sangat kecil seperti molekul dan atom manusia tak bisa melihatnya, ternyata benda itu ada?
Jadi benda benda itu ada, tapi panca indera manusia lah yang terbatas, sehingga tidak mengetahui keberadaannya.Jika untuk mengetahui keberadaan ciptaan Allah saja manusia sudah mengalami kesulitan, apalagi untuk mengetahui keberadaan Allah Pencipta benda benda tersebut.
Ada jutaan orang yang mengatur lalu lintas di jalan raya.Setiap kendaraan ada pengemudinya.Tapi masih ada saja terdapat kecelakaan lalu lintas.Meskipun ada yang mengatur sedemikan rupa.Sedangkan bumi, matahari, bulan, bintang, dan lain-lain yang sudah beredar di angkasa raya milyaran tahun, belum pernah terjadi tabrakan.Belum pernah kita dengar ada bumi menabrak bulan, atau bulan menabrak matahari.Padahal tidak ada polisi yang mengatur lalu lintas jalan, atau pun pengemudi yang mengendarai.
Jelasnya, tanpa ada Allah yang Maha Mengatur, tidak mungkin semua itu terjadi.Semua itu terjadi karena adanya Allah yang Maha Pengatur.Allah yang telah menetapkan tempat-tempat perjalanan bagi masing-masing benda tersebut. Jika kita benar benar memikirkan hal ini, tentu kita yakin bahwa Allah itu ada
إِنَّ رَبَّكُمُ ٱللَّهُ ٱلَّذِي خَلَقَ ٱلسَمَاوَاتِ وَٱلأَرْضَ فِي سِتَّةِ أَيَّامٍ ثُمَّ ٱسْتَوَىٰ عَلَى ٱلْعَرْشِ يُغْشِي ٱلْلَّيْلَ ٱلنَّهَارَ يَطْلُبُهُ حَثِيثاً وَٱلشَّمْسَ وَٱلْقَمَرَ وَٱلنُّجُومَ مُسَخَّرَاتٍ بِأَمْرِهِ أَلاَ لَهُ ٱلْخَلْقُ وَٱلأَمْرُ تَبَارَكَ ٱللَّهُ رَبُّ ٱلْعَالَمِينَ
Allah berfirman: ”Sesungguhnya Tuhan kamu ialah Allah yang telah menciptakan langit dan bumi dalam enam masa, lalu Dia bersemayam di atas Arasy. Dia menutupkan malam kepada siang yang mengikutinya dengan cepat, dan (diciptakan-Nya pula) matahari, bulan dan bintang-bintang (masing-masing) tunduk kepada perintah-Nya.Ingatlah, menciptakan dan memerintah hanyalah hak Allah. Maha Suci Allah, Tuhan semesta alam”.
( Al-A’râf: 54)
2.Qidam
Qidam (dahulu) adalah sifat Salbiyyah, yaitu sifat yang digunakan untuk meniadakan sesuatu yang tidak layak bagi Allah.Sifat qidam artinya sifat yang mencabut atau menolak adanya permulaan wujud Allah. Dalam arti lain bahwa Allah itu berada tanpa adanya permulaan. Sebagai Dzat yang menciptakan seluruh alam, Allah pasti lebih dahulu sebelum ciptaan-Nya.
Kebalikannya adalah huduts (Baru) yaitu mustahil Allah itu baru dan memiliki permulaan. Allah itu dahulu tanpa awal, tidak berasal dari ”tidak ada” kemudian menjadi ”ada”.
هُوَ ٱلأَوَّلُ وَٱلآخِرُ وَٱلظَّاهِرُ وَٱلْبَاطِنُ وَهُوَ بِكُلِّ شَيْءٍ عَلِيمٌ
Allah berfirman: “ Dialah Yang Awal dan Yang Akhir, Yang Lahir dan Yang Batin; dan Dia Maha Mengetahui segala sesuatu” (Al Hadiid:3)
Allah adalah Pencipta segala sesuatu.Allah yang menciptakan langit, bumi, serta seluruh isinya termasuk tumbuhan, binatang, dan juga manusia.Allah adalah awal.Dia sudah berada sebelum langit, bumi, tumbuhan, binatang, dan manusia lainnya ada.Tidak mungkin Allah itu baru ada atau lahir setelah makhluk lainnya ada.
Adanya Allah berbeda dengan adanya alam semesta beserta isinya.Perbedaan tsb terdapat pada kejadian dan prosesnya. Kita ambil contoh: Adanya manusia didahului oleh proses perkawinan. Terjadinya hujan karena didahului dengan proses penguapan air laut. Dan adanya seluruh alam semesta didalului oleh preses terjadinya alam tersebut.Tapi Allah berbeda dengan alam semesta ini, tidak didahului oleh sebab-sebab tertentu, karena Allah dzat yang paling awal.Allah adalah pencipta alam semesta, mustahil alam semesta lebih dulu ada dari Allah.
Hikmah & Atsar:
Seorang Atheist (kafir) datang kepada Imam Abu Hanifah lalu bertanya: “Tahun berapa Allah itu berada?
Abu Hanifah menjawab: “Allah berada sebelum adanya tahun, tidak berawal dalam wujud-Nya.”
Orang kafir itu bertanya lagi: “Berikan kepada kami contoh”
Beliau menjawab: “Angka berapa sebelum empat?
Ia berkata: “Tiga”
Abu Hanifah bertanya lagi: “Angka berapa sebelum tiga?”
Ia menjawab: “Dua”
Abu Hanifah bertanya lagi: “Angka berapa sebelum dua?”
Ia memjawab: “Satu”
Abu Hanifah betanya lagi: “Angka berapa sebelum satu?”
Ia berkata: “Tidak ada sesuatu sebelum angka satu”
Lalu Abu Hanifah berkata: “Kalau tidak ada sesuatu sebelum satu. Maka Allah itu esa tidak ada yg mengawali dalam wujudnya.”
Abu Hanifah menjawab: “Allah berada sebelum adanya tahun, tidak berawal dalam wujud-Nya.”
Orang kafir itu bertanya lagi: “Berikan kepada kami contoh”
Beliau menjawab: “Angka berapa sebelum empat?
Ia berkata: “Tiga”
Abu Hanifah bertanya lagi: “Angka berapa sebelum tiga?”
Ia menjawab: “Dua”
Abu Hanifah bertanya lagi: “Angka berapa sebelum dua?”
Ia memjawab: “Satu”
Abu Hanifah betanya lagi: “Angka berapa sebelum satu?”
Ia berkata: “Tidak ada sesuatu sebelum angka satu”
Lalu Abu Hanifah berkata: “Kalau tidak ada sesuatu sebelum satu. Maka Allah itu esa tidak ada yg mengawali dalam wujudnya.”
Lalu orang kafir itu bertanya lagi pertanyaan kedua: “Kemana Allah itu berpaling?”
Abu Hanifah menjawab: “Kalau anda menyalahkan pelita di tempat yang gelap, kemana cahaya pelita itu berpaling?
Ia menjawab: “Ke setiap penjuru”
Abu Hanifah berkata: “Kalau cahaya pelita berpaling ke setiap penjur, bagaimana halnya dengan cahaya Allah, pencipta langit dan bumi.”
Abu Hanifah menjawab: “Kalau anda menyalahkan pelita di tempat yang gelap, kemana cahaya pelita itu berpaling?
Ia menjawab: “Ke setiap penjuru”
Abu Hanifah berkata: “Kalau cahaya pelita berpaling ke setiap penjur, bagaimana halnya dengan cahaya Allah, pencipta langit dan bumi.”
Lalu orang kafir itu bertanya lagi dengan pertanyaan ketiga: “Terangkan kepada kami tentang dzat Allah. Apakah Ia jamad seperti batu, atau cair seperti air, atau Ia berupa gas?”
Abu Hanifah menjawab: “Apakah anda pernah duduk di muka orang yang sedang sakarat?”
Ia menjawab: “Pernah”
Abu Hanifah bertanya: “Apakah ia bisa bercakap setelah mati?”
Ia menjawab: “Tidak bisa”
Lalu beliau bertanya lagi: “Apakah ia bisa berbicara sebelum mati?”
Ia menjawab: “Bisa”
Lalu abu Hanifah bertanya lagi: “Apa yang bisa merobahnya sehingga ia mati?”
Ia menjawab: “Keluarnya ruh dari jasadnya”
Abu Hanifah mejelaskan: “Oh kalau begitu keluarnya ruh dari jasadnya membuatnya ia tidak bisa berbicara?
Ia menjawab: “Betul”
Abu Hanifah bertanya: “Sekarang, terangkan kepada saya bagaimana sifatya ruh, apakah ia jamad seperti batu, atau cair seperti air, atau ia seperti gas?
Ia menjawab: “Kami tidak tahu sama sekali”
Abu Hanifah menjawab: “Jika ruh sebagai makhluk kamu tidak bisa mensifatkanya, bagaimana kamu ingin aku mensifatkan kepada kamu dzatnya Allah.
Abu Hanifah menjawab: “Apakah anda pernah duduk di muka orang yang sedang sakarat?”
Ia menjawab: “Pernah”
Abu Hanifah bertanya: “Apakah ia bisa bercakap setelah mati?”
Ia menjawab: “Tidak bisa”
Lalu beliau bertanya lagi: “Apakah ia bisa berbicara sebelum mati?”
Ia menjawab: “Bisa”
Lalu abu Hanifah bertanya lagi: “Apa yang bisa merobahnya sehingga ia mati?”
Ia menjawab: “Keluarnya ruh dari jasadnya”
Abu Hanifah mejelaskan: “Oh kalau begitu keluarnya ruh dari jasadnya membuatnya ia tidak bisa berbicara?
Ia menjawab: “Betul”
Abu Hanifah bertanya: “Sekarang, terangkan kepada saya bagaimana sifatya ruh, apakah ia jamad seperti batu, atau cair seperti air, atau ia seperti gas?
Ia menjawab: “Kami tidak tahu sama sekali”
Abu Hanifah menjawab: “Jika ruh sebagai makhluk kamu tidak bisa mensifatkanya, bagaimana kamu ingin aku mensifatkan kepada kamu dzatnya Allah.
3.Baqa
Baqa’ (kekal) adalah sifat Salbiyah artinya sifat yang mencabut atau menolak adanya kebinasaan wujud Allah. Dalam arti lain bahwa keberadaan Allah itu kekal, berlanjut tidak binasa atau rusak.
Allah adalah Dzat yang Maha Mengatur alam semesta. Dia selalu ada selama-lamanya dan tidak akan binasa untuk mengatur ciptaan-Nya itu. Hanya kepada-Nya seluruh kehidupan ini akan kembali. Firman Allah:
كُلُّ شَيْءٍ هَالِكٌ إِلاَّ وَجْهَهُ لَهُ الْحُكْمُ وَإِلَيْهِ تُرْجَعُونَ
”Tiap-tiap sesuatu pasti binasa, kecuali Allah.Bagi-Nya lah segala penentuan, dan hanya kepada-Nyalah kamu dikembalikan.” (al-Qashash: 88).
Adapun sifat mustahilnya Fana, artinya rusak. Semua makhluk yang ada di alam semesta ini, baik itu manusia, binatang, tumbuhan, matahari, bulan, bintang, dll, suatu saat akan mengalami kerusakan dan kehancuran. Manusia, betapa pun gagahnya, suatu saat pasti mati. Setiap orang pasti akan mati dan hancur dimakan tanah. Hukum kehancuran berlaku hanya bagi manusia, benda dan meteri.Sedangkan Allah bukan manusia, benda atau materi. Dia adalah Dzat yang tidak terkena hukum kehancuran atau kerusakan. Dia kekal abadi untuk selama lamanya, tidak bisa wafat atau dibunuh.Jika ada Allah yang bisa wafat atau dibunuh, maka itu bukan Allah tapi manusia biasa.
Sungguh, betapa hina dan lemahnya manusia ini di hadapan Allah. Makanya tidak pantas jika ia berbangga diri atau sombong dengan kehebatannya, karena segala kehebatan itu pada akhirnya akan berlalu, yang tersisa hanyalah amal kebaikan.
4- Mukhalafatu lilhawaditsi
Mukhalafah Lilhawaditsi (Tidak sama dengan yang baru) adalah sifat Salbiyah artinya sifat yang mencabut atau menolak adanya persamaan Allah dengan yang baru. Dalam arti lain bahwa Allah tidak sama dengan yang baru atau berbeda dengan makhluk ciptaa-Nya. Perbedaan Allah dengan makhluk-Nya mencakup segala hal, baik dalam dzat, sifat, dan perbuatannya. Allah berfirman:
لَيْسَ كَمِثْلِهِ شَيْءٌ وَهُوَ السَّمِيعُ الْبَصِيرُ
”Tidak ada sesuatupun yang serupa dengan Dia, dan Dia-lah Yang Maha Mendengar lagi Maha Melihat.” (QS. As-Syura : 11).
Seumpanya terlintas dalam pikiran seseorang bahwa Allah itu seperti yang ia hayalkan atau bayangkan, maka Maha Suci Allah, Dia tidak seperti apa yang dihayalkan atau di pikirkannya. Makanya jangan sekali kali memikirkan atau menghayalkan atau membahas dzat Allah karena manusia tidak akan mampu untuk melakukannya.
Adapun kebalikan dari Al-Mukhalafah Lil Hawaditsi adalah Mumatsalah lil Hawaditsi, yakni mustahil Allah sama dengan yang baru atau sama dengan makhluk-Nya. Tentu ini adalah hal yang mustahil.
Contoh yang paling gampang adalah kursi yang dibuat dari kayu.Kursi dibuat oleh tukang. Mustahil kursi itu sama dengan tukang pembuat kursi. Sifat ini menjelaskan bahwa tukang pembuat kursi berbeda dengan hasil ciptaannya. Dan masih banyak lagi contoh contoh yang lain. Apakah ada kesamaan antara pencipta dengan hasil ciptaannya?Tentu berlainan bukan? Bahkan robot yang dibuat mirip dengan manusia saja tidak akan sama dengan manusia yang membuat robot itu.
Kalau itu sesama benda, apalagi Allah yang menciptakan seluruh alam semesta, sudah pasti berbeda dengan ciptaan-Nya. Mustahil Allah itu sama dengan ciptaan-Nya. Jika sama dengan makhluknya misalnya terbuat dari darah, daging dan tulang niscaya Allah itu bisa mati, bisa dibunuh atau bisa disalib oleh manusia. Jadi mustahil jika Allah itu dilahirkan, melahirkan, menyusui, buang air, tidur, lupa dan sebagainya.Itu semua adalah sifat manusia, bukan sifat Allah.Allah itu Maha Besar, Maha Kuasa, Maha Perkasa, Maha Hebat.Dan segala Maha-Maha yang bagus lainnya harus disifatkan kepada sifat sifat Allah.
Kita mempercayai bahwa Allah itu hidup, tapi sifat hidup Allah berbeda dengan sifat hidup makhluk Nya.Allah itu dari dulu, sekarang, dan kapan saja hidup.Tidak ada batas dalam kehidupan Allah.Sebaliknya makhluk-Nya seperti manusia dulunya tidak ada, kemudian dilahirkan, kemudian berada dan hidup setelah dilahirkan, setelah itu tidak ada lagi atau mati lalu dikubur. Jadi meskipun sekilas sama arti hidup, namun sifat hidup Allah berbeda dengan makhluk-Nya. Bukan sifah hidup saja yang berbeda tapi semua sifat sifat Allah lainnya juga berbeda dengan sifat sifat makhluk-Nya, berlainan dan tidak serupa dengan makhluk-Nya.
Hikmah dan Atsar
Kita sebagai muslim jangan sekali kali memikirkan atau menghayalkan atau membahas dzat Allah karena kita tidak akan mampu untuk melakukannya. Justru jika kita mengakui akan kelemahan kita, berarti kita telah mengenal Allah. Sayyidina Abu Bakar Shiddiq berkata, ”Ketidakmampuan untuk mengetahui Allah adalah sebuah kemampuan sedangkan membahas dzat Allah adalah kufur dan syirik”
5- AL-QIYAM BINNAFSI
Al-Qiyam Binnafsi (Berdiri Sendiri) adalah sifat Salbiyyah artinya sifat yang mencabut atau menolak adanya Allah berdiri dengan yang lain. Dalam arti lain bahwa Allah tidak butuh dengan sesuatu dzat yang membantu-Nya untuk berdiri. Berdirinya Allah tidak membutuhkan makhluk-Nya, tidak membutuhkan tempat, tidak membutuhkan ruang dan tidak membutuhkan segala dzat, sifat, dan perbuatan makhluk-Nya. Berbeda dengan makhluk yang selamanya membutuhkan bantuan dari luar, Allah berfirman:
إِنَّ اللهَ لَغَنِيٌّ عَنِ الْعَالَمِينَ
”Sesungguhnya Allah SWT benar-benar Maha Kaya (tidak memerlukan sesuatu) dari semesta alam.” (al-Ankabut : 6).
Sifat mustahilnya al-qiyam binnafsi adalah al-ihtiyaj lighairihi artinya berdiri dengan bantuan yang lain. Keberadaan makhluk Allah, di mana saja dan kapan saja tidak bisa lepas dari bantuan yang lain. Manusia lahir karena ada kedua orangtuanya, tumbuh dan berkembang karena dipelihara dan dirawat oleh orangtuanya. Bahkan setelah besar pun, manusia tetap tidak bisa hidup tanpa bantuan orang lain. Sedangkan Allah itu berdiri dengan sendirinya.Mustahil Allah itu berhajat atau butuh pada makhluk-Nya.
Jelasnya, Di dunia ini semua orang saling membutuhkan.Butuh bantunan, butuh dokter, butuh teman, butuh istri, butuh anak, butuh ini butuh itu dan masih banyak lagi kebutuhan.Dari mulai manusia lahir sampai wafat tidak bisa lepas dari bantuan dan kebutuhan. Saat bayi, ia butuh susu ibunya, menjelang pertumbuhan ia butuh asuhan, butuh pendidikan. Setelah menanjak dewasa ia butuh istri, butuh anak. Dan seterusnya dan seterusnya.
Sebaliknya Allah berdiri sendiri. Dia tidak butuh pada ciptaan-Nya, tidak butuh bantuannya, tidak butuh teman, tidak butuh istri, tidak butuh anak. Dia berdiri sendiri tidak beranak dan tidak diperanakan, tidak butuh makan, tidak butuh minum, tidak butuh tidur, tidak butuh istirahat, tidak butuh pujian dari makhluk-Nya.Seandainya seluruh makhluk memuji-Nya, niscaya tidak bertambah sedikitpun kemuliaan-Nya.Sebaliknya jika seluruh makhluk menghina-Nya, tidaklah berkurang sedikitpun keluhuran-Nya.Maha Suci Allah dari segala kebutuhan dan bantuan.
6- WAHDANIYAH
Wahdaniyah (Esa atau Satu) adalah sifat Salbiyyah artinya sifat yang mencabut atau menolak keberadaan Allah lebih dari satu. Dalam arti lain bahwa Allah itu satu atau esa tidak ada Tuhan selain-Nya. Dia esa atau satu dalam Dzat, Sifat dan perbuatan-Nya.
Allah itu esa dalam dzat-Nya.Artinya, bahwa dzat Allah satu, tidak tersusun dari unsur unsur atau anggota badan dan tidak ada satupun dzat yang menyamai dzat Allah. Allah itu satu dalam sifat-Nya artinya bahwa sifat Allah tidak terdiri dari dua sifat yang sama, dan tidak ada sesuatupun yang menyamai sifat Allah. Allah itu satu dalam fi’il atau perbuatan artinya bahwa hanya Allah yang memiliki perbuatan.Dan tidak satupun yang dapat menyamai perbuatan Allah.
Sedangkan sifat mustahilnya wahdaniyah bagi Allah yaitu “Ta’addud” artinya banyak atau bilangan-Nya lebih dari satu, maka mustahil Allah lebih dari satu. Firman Allah:
لَوْ كَانَ فِيهِمَا ءَالِهَةٌ إِلاَّ اللهُ لَفَسَدَتَا فَسُبْحَانَ اللهِ رَبِّ الْعَرْشِ عَمَّا يَصِفُونَ
“Sekiranya ada di langit dan di bumi tuhan-tuhan selain Allah, tentulah keduanya itu Telah rusak binasa. Maka Maha Suci Allah yang mempunyai ’Arsy daripada apa yang mereka sifatkan.” (al-Anbiya’: 22).
Keesaan Allah itu mutlak.Artinya keesaan Allah meliputi dzat, sifat, maupun perbuatan-Nya. Meyakini keesaan Allah merupakan mabda’ atau prinsip, sehingga seseorang dianggap muslim atau tidak, tergantung pada pengakuan tentang keesaan Allah. Makanya untuk pertama seseorang menjadi muslim, ia harus bersaksi terhadap keesaan Allah, yaitu dengan membaca syahadat yang berbunyi ”Aku bersaksi tiada Tuhan selain Allah”.
Meyakini keesaan Allah juga merupakan inti ajaran para nabi, sejak nabi Adam as hingga nabi Muhammad saw. Jika keyakinan ini sudah diterapkan dari dahulu maka mustahil Allah itu lebih dari satu.Mustahil Allah itu banyak (Ta’addud) seperti dua, tiga, empat dan seterusnya.Allah itu Maha Kuasa.Jika ada Allah lebih dari satu, dan bekerjasama, berarti mereka itu lemah dan tidak berkuasa.Dan jika mereka berselisihan maka terjadi sengketa antara mereka.Jadi mustahil Allah itu lebih dari satu.Kalau lebih dari satu maka Dia bukan yang Maha Kuasa lagi.
”Sekiranya ada di langit dan di bumi ilah-ilah selain ALLAH, tentulah keduanya itu sudah rusak binasa. Maka Maha Suci Allah yang mempunyai Arsy daripada apa yang mereka sifatkan. (Al-Anbiya: 22)
Dengan menghayati sifat wahdaniyyah ini, kita insyallah akan terhindar dari berbagai faham yang bisa menyesatkan tentang keesaan Allah.
7- Qudrat
Qudrat (Kuasa) adalah sifat pasti ada pada dzat Alllah yang mungkin dengan kekuasaan-Nya, Dia berkehendak mewujudkan atau meniadakan segala sesuatu.Kekuasaan-Nya yang tidak terbatas.Kekuasaan-Nya meliputi terhadap segala sesuatu.Dia kuasa untuk mewujudkan segala sesuatu sesuai dengan kehendak-Nya atau Dia juga kuasa untuk meniadakan segala sesuatu yang dikehendaki-Nya.
Sudah menjadi hal yang pasti bahwa kekuasaan Allah berbeda dengan kekuasaan manusia yang mempunyai kelemahan dan keterbatasan.Kekuasan Allah tidak ada yang bisa menghalangi-Nya.Jika Allah telah berkehendak melakukan atau tidak melakukan sesuatu, maka tidak ada suatu pun makhluk yang bisa mencegah-Nya atau memberi saran kepada-Nya.
Jelasnya, Allah memiliki sifat Qudrat (Kuasa) yaitu sifat yang mungkin dengan kekuasaan-Nya, Dia berkehendak mewujudkan atau meniadakan segala sesuatu.Dia kuasa untuk memberikan hal hal yang baik, kesuksesan, kesehatan dan sebaliknya dia juga berkuasa untuk mendiadakannya, berkuasa merobah kenikmatan menjadi malapetaka, kesehatan menjadi penyakit, kemudahan mejadi kesulitan, dan kesuksesan menjadi kegagalan.Dia berkuasa atas segala sesuatu yang dikehendaki-Nya.
Allah berfirman dalam surat al-‘Imran ayat 26-27 yang berbunyi:
”Katakanlah: Ya Allah yang mempunyai kerajaan, Engkau berikan kerajaan kepada orang yang Engkau kehendaki dan Engaku cabut kerajaan dari orang yang Engkau kehendaki.Engkau muliakan orang yang Engkau kehendaki dan Engkau hinakan orang yang Engkau kehendaki.Di tangan Engkaulah segala kebajikan.Sesungguhnya Engkau maha kuasa atas segala sesuatau.Engkau masukkan malam kedalam siang dan Engkau masukan siang kedalam malam.Engkau keluarkan yang hidup dari yang mati, dan Engkau keluarkan yang mati dari yang hidup. Dan Engkau beri rizki siapa yang Engkau kehendaki tampa batas ”
Makanya tidak patut bagi manusia bersifat sombong, angkuh dan bangga dengan kekuasaan yang dimilikinya, karena sebesar apa pun kehebatan kekuasaan manusia, tetap kekuasaan Allah pasti lebih besar dan lebih hebat. Bahkan jika Allah berkehendak menghilangkan kekuasaan manusia, maka dalam sekejap mata saja kekuasaanya bisa hilang dan ia tidak berdaya untuk mempertahankannya.
وَمَا كَانَ اللَّهُ لِيُعْجِزَهُ مِن شَيْءٍ فِي السَّمَاوَاتِ وَلاَ فِي الأَرْضِ إِنَّهُ كَانَ عَلِيماً قَدِيراً
”Dan tiada sesuatu pun yang dapat melemahkan Allah baik di langit maupun di bumi.Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Kuasa.” (al-Fatir: 44)
Adapun kebalikan dari sifat kuasa yaitu sifat al-’Ajzu (tidak kuasa atau lemah), tentu Ia tidak akan kuasa meciptakan alam raya yang sangat menakjubkan ini. Karena itu, mustahil bagi Allah memiliki sifat lemah.
Hikmah & Atsar
Seorang ayah yang bijaksana, sukses dan shalih hidup bersama keluarganya dengan bahagia. Setelah usianya 65 tahun ia terkena serangan jantung yg mengharuskannya menjalani operasi, Setelah 2 kali operasi, bukannya sembuh ia malah harus mengalami kenyataan pahit, ia kena virus jahat melalui tranfusi darah yg ia terima. Ia harus menerima kenyataan yang ada. Ia akan segera meninggal.
Melihat keadaan sang ayah yang sudah tidak berdaya, wajah yang pucat dan rambutnya yang habis rontok, Anaknya yang duduk disamingnya di rumah sakit berkata: “Mengapa Allah memilih ayah untuk menderita penyakit itu?”
Ayahnya menjawab dengan lembut: Ketika aku berhasil aku tidak pernah bertanya kepada Allah “mengapa aku berhasil”. Begitu pula ketika aku sehat aku tidak pernah bertanya kepada Allah “mengapa aku sehat”. Jadi ketika aku dalam kesakitan, tidak seharusnya juga aku bertanya kepada Allah “Mengapa aku menderita penyakit?”.
Dalam hidup ini kadang kadang kita merasa hanya pantas menerima hal hal yang baik, kesuksesan yg mulus, kesehatan dll.Ketika kita menghadapi hal yang sebaliknya, penyakit, kesulitan, kegagalan, kita menganggap Allah tidak adil.Sehingga kita merasa berhak untuk menggugat Nya.
Maka, bersyukurlah dengan apa yang telah diberikan Allah kepada kita, baik atau buruk, kesehatan atau penyakit, keberhasilan atau kegagalan. Manusia itu lemah dan memiliki keterbatasan, sedang Allah Maha Kuasa memiliki segala kehendak yang tidak terbatas.
8- IRADAH
Iradah (Berkehendak) adalah Sifat Ma’ani yang artinya Allah berdiri dengan dzat-Nya dan menentukan sesuatu dengan kemungkinan-Nya. Dalam arti lain bahwa Allah mungkin (boleh atau tidak boleh) berkehendak untuk bertindak atau menentukan segala sesuatu sesuai keinginan-Nya. Allah memiliki kehendak yang sangat luas.Dia mungkin berkendak memberikan kekayaan kepada orang yang Dia kehendaki dan Dia bisa pula mencabut kekayaannya.Dia mungkin berkehendak memberi kemuliaan kepada orang yang Dia kehendaki dan pula Dia mungkin mencabut kemuliaannya.Di tangan Allah segala kehendak.Allah maha kuasa atas segala sesuatau yang Dia kehendaki, tidak seorangpun yang mampu menahan kehendak-Nya.Dan segala yang terjadi di dunia berjalan sesuai dengan keinginan dan kehendak Allah.
إِنَّمَا قَوْلُنَا لِشَيْءٍ إِذَآ أَرَدْنَاهُ أَن نَّقُولَ لَهُ كُنْ فَيَكُونُ
” Sesungguhnya perkataan Kami terhadap sesuatu apabila Kami menghendakinya, Kami hanya mengatakan kepadanya: “Kun (jadilah)”, maka jadilah ia.” (an-Nahl: 40).
Adapun lawan dari sifat Iradah adalah Karahah yang mempunyai makna terpaksa, maksudnya mustahil Allah berbuat sesuatu karena dengan paksaan atau terpaksa atau tidak dengan keinginan dan kehendak-Nya sendiri.Allah memiliki sifat selalu berkeinginan atau berkehendak.Keinginan dan kehendak Allah sesuai dengan kemauan-Nya sendiri, tak ada rasa terpaksa atau dipaksa oleh pihak lain, tidak ada tekanan atau mengharap imbalan. Kehendak Allah juga tidak dipengaruhi oleh pihak lain, kehendak-Nya tidak terbatas, dan dapat melakukan apa saja tanpa memberi kuasa kepada yang lain. Begitu pula Allah mungkin mencegah kehendak-Nya dengan kehendak-Nya sendiri, tidak ada satu makhlukpun yang bisa mencegah kehendak-Nya.
Manusia juga berkehendak, tapi kehendak manusia adalah terbatas pada kemampuannya sendiri.Manusia boleh berkehendak, namun Allah juga yang menentukan hasilnya. Berapa banyak seseorang berkehendak menginginkan sesuatu tapi ia tidak memperolehnya karena Allah berkehendak yang lain. Bercita cita adalah suatu hal yang baik tapi keberhasilan cita cita itu berada pada kehendak Allah.Di atas kehendak manusia masih ada kehendak Allah.
Uraian di atas menunjukkan bahwa manusia itu lemah dan memiliki keterbatasan, sedang Allah Maha Kuasa memiliki segala kehendak yang tidak terbatas.Meskipun demikian, Allah menyukai manusia yang berusaha dan berkehendak, namun semua kembali kepada kehendak Allah dan kita harus menerima apapun hasilnya.
9- ILMU
Ilmu (Mengetahui) adalah Sifat Ma’ani artinya sifat Allah yang qadim (dahulu) dan berdiri dengan dzat-Nya, dimana sesuatu bisa diketahui oleh Allah dengan nyata tanpa tertutup oleh apapun. Dalam arti lain Allah adalah dzat yang Maha Menciptakan, Ia sudah pasti mengetahui segala sesuatu yang diciptakan-Nya secara terperinci. Allah mengetahui dengan jelas semua perkara yang bersangkutan dengan ciptaan-Nya tanpa ada perbedaan apakah itu nampak, apakah itu tersembunyi atau apakah itu samar samar. Semua diketahui-Nya. Allah SWT berfirman:
وَعِندَهُ مَفَاتِحُ الْغَيْبِ لاَ يَعْلَمُهَآ إِلاَّ هُوَ وَيَعْلَمُ مَا فِي الْبَرِّ وَالْبَحْرِ وَمَا تَسْقُطُ مِن وَرَقَةٍ إِلاَّ يَعْلَمُهَا وَلاَ حَبَّةٍ فِي ظُلُمَاتِ الأَرْضِ وَلاَ رَطْبٍ وَلاَ يَابِسٍ إِلاَّ فِي كِتَابٍ مُّبِينٍ
“Dan Allah memiliki kunci semua yang ghaib; tidak ada yang mengetahuinya kecuali Dia, dan Dia mengetahui apa yang di daratan dan di lautan, dan tiada sehelai daun pun yang gugur melainkan Dia mengetahuinya, dan tidak jatuh sebutir biji-pun dalam kegelapan bumi, dan tidak sesuatu basah atau kering, melainkan tertulis dalam kitab yang nyata (Lauh Mahfudz)” [Al An’aam:59]
Segala yang ada di alam raya ini, baik yang besar maupun yang kecil, yang terlihat maupun yang tersembunyi, pasti diketahui Allah. Ilmu Allah maha luas, begitu luasnya sehingga jika seluruh air di lautan ini dijadikan tinta untuk menulis ilmu Allah maka ia tidak akan mampu menulisnya.
Kita sering kagum atas ilmu yang dimiliki manusia di dunia ini. Kita sering ta’ajub akan kecanggihan teknologi yang diciptakan manusia. Tapi kadang kadang kita tidak sadar, bahwa ilmu yang kita saksikan itu hanyalah sebagian kecil saja yang diberikan Allah pada manusia.
Hikmah Dan Atsar
Alkisah, nabi Musa as pernah mengikuti nabi Khidhir as. Konon ceritanya mereka duduk bersama sama di tepi pantai menunggu perahu nelayan yang akan datang membawa mereka ke tempat yang tidak diketahui. Disaat duduk nabi Khidir as melihat seekor burung kecil terbang hilir mudik di atas permukaan air laut.Lalu burung itu turun ke permukaan laut dan mematuk air.Pada saat itu Khidir as berkata kepada nabi Musa as “Kamu lihat air laut yang tersisa di patuk burung kecil itu?Itulah ibarat ilmu manusia dibanding dengan ilmu Allah, semumpama setetes air dibanding lautan yang luas”.
Sungguh, ilmu Allah jauh melampaui semua ilmu ilmu manusia, begitu tingginya ilmu Allah sehingga terkadang kita tak mampu untuk mengikuti dan memahaminya.
Semoga dengan memahami sifat ilmu Allah, kita akan terdorong untuk terus mencari ilmu, karena semakin ilmu kita bertambah, semakin kita rasakan kebodohan kita, semakin banyak pula kekurangan dan kelemahan kita, karena masih lebih banyak lagi ilmu Allah yang belum kita ketahui. Betapa hebatnya ilmu Allah, betapa tinggi ilmu Allah.Dan betapa ilmu yang kita miliki ini tidak ada apa-apanya dibandingkan dengan ilmu Allah.
Adapun kebalikan sifat al-’ilmu adalah al-jahlu, yang berarti bodoh. Mustahil bahwa Allah itu bodoh atau tidak mengetahui atas apa yang diciptakan. Allah Maha Mengetahui karena Dialah yang menciptakan segala sesuatu.Sedangkan manusia hanya bisa melihat, mendengar dan mengamati.Itu pun terbatas pengetahuannya sehingga manusia tetap saja tidak mampu menciptakan meskipun hanya seekor semut.
10. HAYAT
Hayat (Hidup) adalah Sifat Ma’ni artinya sifat wujud Allah yang qadim (dahulu), berdiri pada dzat-Nya. Allah Maha Hidup, dan hidup Allah adalah kehidupan abadi, tidak pernah musnah dan tidak akan mati. Dia memiliki tujuh sifat yang teratur yaitu sifat Qudrat, Iradat, Ilmu, Sama’, Bashar dan Kalam yang berlangsung terus, abadi dan tidak musnah.
اللَّهُ لاَ إِلَـهَ إِلاَّ هُوَ الْحَيُّ الْقَيُّومُ لاَ تَأْخُذُهُ سِنَةٌ وَلاَ نَوْمٌ لَّهُ مَا فِي السَّمَاوَاتِ وَمَا فِي الأَرْضِ مَن ذَا الَّذِي يَشْفَعُ عِنْدَهُ إِلاَّ بِإِذْنِهِ يَعْلَمُ مَا بَيْنَ أَيْدِيهِمْ وَمَا خَلْفَهُمْ وَلاَ يُحِيطُونَ بِشَيْءٍ مِّنْ عِلْمِهِ إِلاَّ بِمَا شَآءَ وَسِعَ كُرْسِيُّهُ السَّمَاوَاتِ وَالأَرْضَ وَلاَ يَؤُودُهُ حِفْظُهُمَا وَهُوَ الْعَلِيُّ الْعَظِيمُ
”Allah, tidak ada Tuhan (yang berhak disembah) melainkan Dia Yang Hidup kekal lagi terus menerus mengurus (makhluk-Nya); tidak mengantuk dan tidak tidur. Kepunyaan-Nya apa yang di langit dan di bumi. Tiada yang dapat memberi syafaat di sisi Allah tanpa izin-Nya. Allah mengetahui apa-apa yang di hadapan mereka dan di belakang mereka, dan mereka tidak mengetahui apa-apa dari ilmu Allah melainkan apa yang dikehendaki-Nya. Kursi Allah meliputi langit dan bumi. Dan Allah tidak merasa berat memelihara keduanya, dan Allah Maha Tinggi lagi Maha Besar” (al-Baqarah: 255)
Adapun sifat mustahil al-hayatu adalah al-mautu, artinya mati.Hidupnya Allah berbeda dengan hidupnya manusia. Perbedaan itu antara lain dapat kita lihat bahwa Allah hidup tanpa ada yang menghidupkan. Sedangkan manusia dan makhluk hidup lainnya hidup karena ada yang menghidupan.Mereka dihidupkan oleh Allah.
Allah hidup tidak bergantung dengan yang lain, sedang manusia hidupnya sangat bergantung dengan yang lain.
Sifat Allah adalah hidup selama-lamanya, tidak mati, tidak dibunuh, atau disalib.Kalau bisa mati, dibunuh atau disalib berarti bukan Allah, berarti manusia.Allah yang Hidup kekal lagi terus menerus ini mengurus semua makhluk-Nya; tidak pernah ngantuk dan tidak pernah tidur apalagi mati.
Maka dari itu kita harus selalu berhati-hati dalam segala tindakan, karena gerak-gerik yang kita lakukan selalu diawasi dan dicatat oleh Allah, tak ada yang terlewatkan. Kelak di akhirat seluruh amalan yang kita lakukan akan dipersoalkan.
Hikmah Dan Atsar
Konon alkisah di zaman khalifah Umar bin Khattab ada seorang gadis shalihah dengan ibunya menjual susu. Suatu saat ibunya menyuruh putrinya untuk mencampur susu dagangannya dengan air, agar mendapatkan untung yang lebih banyak. Namun putrinya menolak. Lalu ibunya berkata: “Bukankah Khalifah Umar tidak melihat apa yang kita lakukan?”.putrinya pun menjawab: “ Betul bu! Khalifah Umar tidak mengetahui apa yang kita lakukan, tapi Tuhannya Umar yang hidup tidak tidur pasti mengetahui”. Tak disangka percakapan itu didengar oleh Khalifah Umar bin Khattab ra yang sedang berjalan di tengah malam mengontrol rakyatnya. Beliau terharu dengan perkataan sang gadis sampai sampai beliau menangis. Lalu Khalifah Umar memerintahkan putranya Ashim untuk meminang gadis tadi. Dan dari wanita shalihah ini, akhirnya menurunkan seorang cucu yang menjadi pemimpin besar dalam sejarah Islam yaitu Umar Bin Abdul ‘Aziz
11- SAMA’
Sama’ (Mendengar) adalah sifat Ma’ani artinya sifat wujud Allah yang qadim (dahulu), berdiri pada dzat-Nya.Allah Maha Mendengar. Namun pendengaran Allah tidak sama dengan pendengaran manusia yang dibatasi ruang dan waktu. Manusia mendengar dengan mengunakan telinga dan harus dari jarak dekat.Tapi Allah mendengar tanpa mengunakan alat pendengaran dan tidak terhalang oleh jarak.Allah mendengar dengan jelas semua yang diucapkan hamba-Nya baik secara dhahir dan bathin, yang diucapkan dengan lisan atau yang tertera di lubuk hati, semua didengar oleh Allah. Firman Allah:
قَالَ لاَ تَخَافَآ إِنَّنِي مَعَكُمَآ أَسْمَعُ وَأَرَى
Allah berfirman: “Janganlah kamu berdua khawatir, sesungguhnya Aku beserta kamu berdua, Aku mendengar dan melihat”. (Thaha: 46)
Kebalikan dari sifat ini adalah al-shamamu yang berarti tuli.Yakni bahwa mustahil Allah itu tuli.Allah Maha Mendengar.Pendengaran Allah tidak terbatas dan tidak terhalang oleh jarak, ruang, dan waktu. Selemah apa pun suara, dan dimana saja Allah pasti mendengarnya. Berbeda dengan manusia, pendengarannya sangat terbatas dan harus dengan mempergunakan alat pendengaran yaitu telinga.Tanpa alat pendengaran mustahil manusia bisa mendengar.Pendengaran manusia juga mengalami penurunan. Semakin tua usia manusia semakin kurang pendengaranya. Manusia bisa mendengar suara jarak jauh, namun jangkauannya tetap masih terbatas.Suara bisikan, suara hati, suara yang terhalang oleh benda-benda tertentu, tetap tidak bisa didengar.
Tapi pendengaran Allah berbeda dengan pendengaran manusia. Pasti tidak demikian halnya. Allah bisa mendengar suara yang sehalus apapun tanpa memerlukan alat pendengaran apapun.Pendengaran Allah tidak terbatas oleh apapun. Pendengaran Allah kekal tidak akan melemah sampai kapanpun.
Dengan menyadari sifat Allah ini, seharusnya kita berbicara dengan bahasa yang santun dan mengeluarkan ucapan-ucapan yang baik lagi bermanfaat.Karena Allah selalu mendengar segala perkataan manusia, baik yang diucapkan dengan lisan atau tertera dalam selubuk hati.
12- BASHOR
Bashor (Melihat) adalah sifat Ma’ani artinya sifat wujud Allah yang qadim (dahulu), berdiri pada dzat-Nya. Allah Maha melihat segala sesuatu yang ada, baik yang nampak jelas, yang tersembunyi ataupun yang samar. Pengliatan Allah tanpa hijab, tanpa batas, tanpa menggunakan alat, tanpa menggunakan mata atau kelopak mata.Semuanya dilihat oleh Allah, kecil atau besar, dekat atau jauh, semuanya menjadi jelas bagi Allah.Bahkan andaikata ada semut yang sangat hitam berjalan di atas sebuah batu hitam di tengah malam yang kelam, Allah dapat melihatnya dengan jelas.
لَيْسَ كَمِثْلِهِ شَيْءٌ وَهُوَ السَّمِيعُ الْبَصِيرُ
“Tidak ada sesuatupun yang serupa dengan Dia, dan Dia-lah Yang Maha Mendengar lagi Maha Melihat.” (as-Syura: 11).
Kebalikan sifat ini adalah al-‘ama yang berarti buta, yakni bahwa mustahil Allah itu buta.Mustahil Allah buta, karena Allah Maha sempurna, termasuk sempurna penglihatan-Nya. Penglihatan Allah bersifat mutlak, tidak terhalang oleh apa pun. Allah melihat segala sesuatu, baik yang besar dan kecil, yang nampak dan tersembunyi. Penglihatan Allah bersifat terus-menerus, Allah tidak pernah lalai walau sedetik pun dari melihat segala perbuatan kita.
Dengan memahami sifat bashar Allah ini, hendaknya kita selalu berhati-hati dalam berbuat. Kita sadar bahwa kita tidak bisa membohongi atau menyembunyikan kebohongan apa pun di hadapan Allah. Kepada manusia kita bisa berbohong, tapi tidak mungkin bisa berbohong terhadap Allah, karena Allah melihat segala perbuatan kita. Kelak di kemudian hari akan ditampakkan segala perbuatan dan kebohongan yang kita sembunyikan. Oleh sebab itu berhati hatilah selalu, supaya kita tidak perlu merasa takut dan cemas jika suatu saat seluruh perbuatan kita akan disaksikan dan dimintakan pertanggujawabannya.
13- KALAM
Kalam (Berbicara) adalah sifat Ma’ani artinya sifat wujud Allah yang qadim (dahulu), berdiri pada dzat-Nya.Allah berbicara tanpa menggunakan huruf atau suara.Maha Suci Allah dari sifat sifat yang baru.Adanya kalam Allah yang tertera dalam kitab kibab suci, dibaca dengan lisan, dan terpelihara dalam hati merupakan bukti nyata bagi kita bahwa Allah memperhatikan kita sebagai hamba-Nya.Dengan perantara Nabi dan Rasul-Nya, Allah membimbing manusia untuk melakukan amal saleh sesuai yang diajarkan dalam kitab Allah. Dengan kalam Allah juga, kita dapat mengetahui sejarah dan kisah umat-umat terdahulu, sehingga kita dapat mengambil hikmah, mengikuti yang benar dan meninggalkan yang bathil
Adapun sifat mustahilnya Bukmum, artinya bisu.Jika Allah bisu maka Dia memiliki sifat kekurangan.dan kekurangan adalah hal yang mustahil bagi Allah. Bukti Allah bersifat kalam dapat kita lihat dari kitab-kitab-Nya yang diturunkan kepada para nabi dan rasul-Nya. Al-Quran yang sering kita baca dan kita lafadzkan setiap hari, adalah kalam Allah yang diwahyukan kepada Rasulallah saw.
وَكَلَّمَ اللَّهُ مُوسَى تَكْلِيماً
”…Dan Allah telah berbicara kepada Musa dengan langsung”. (An-Nisâ: 164)
Demikianlah sifat-sifat Allah yang penting yang wajib kita ketahui . Jika sifat-sifat Allah itu kita pahami dan yakini, niscaya kita tidak akan menyembah selain Allah yang hidup dan tidak mati atau yang kuat dan tidak lemah dan sebagainya. Kita hanya mau menyembah Allah yang memiliki sifat-sifat di atas dengan sempurna.
14- KAUNUHU QADIRAN
Kaunuhu Qadiran artinya keberadaan Allah itu harus berkuasa atas segala sesuatu.Sifat ini dikatakan juga sifat yang qadim (dahulu) yang berdiri pada dzat-Nya, mulaziamah atau dilazimkan memiliki sifat al-Qudrah (kuasa).Sifat ini juga merupakan bentuk fa’il atau pelaku dari Sifat Ma’ani – kuasa. Dan untuk selanjutnya, kita bisa mengambil perumpamaan dan contoh dari sifat Kudrah – Kuasa. Lihat pelajaran sebelumnya tentang sifat Kudrah.
15- KAUNUHU MURIDAN
Kaunuhu Muridan artinya keberadaan Allah itu harus berkehendak atas segala sesuatu.Sifat ini dikatakan juga sifat qadim (Dahulu) yang berdiri pada dzat-Nya dan dilazimkan memiliki sifat Iradat (berkehendak) dan merupakan bentuk fa’il atau pelaku dari sifat Ma’nai – Iradah (berkehedak).Dan untuk selanjutnya kita bisa mengambil perumpamaan atau contoh dari isfat Iradat dalam pelajaran sebelumnya.
16- KAUNUHU ’ALIMAN
Kaunuhu ’Aliman artinya keberadaan Allah itu harus Maha Mengetahui atas segala sesuatu.Sifat ini dikatakan juga sifat Ilmu (Mengetahui) yang berdiri pada dzat-Nya dan dilazimkan memiliki sifat ini.Sifat ini juga merupakan merupakan bentuk fa’il atau pelaku dari sifat Ma’nai – Ilmu (mengetahui).Dan untuk selanjutnya kita bisa mengambil perumpamaan atau contoh dari isfat Ilmu.Lihat pelajaran sebelumnya.
17- KAUNUHU HAYYAN
Kaunuhu Hayyan artinya keberadaan Allah itu harus Maha Hidup tidak mati.Sifat ini dikatakan juga sifat Al-hayatu (Hidup) yang berdiri pada dzat-Nya dan dilazimkan memiliki sifat ini.Sifat ini juga merupakan merupakan bentuk fa’il atau pelaku dari sifat Ma’nai – al-Hayatu (Hidup).Dan untuk selanjutnya kita bisa mengambil perumpamaan atau contoh dari isfat Hayat.Lihat pelajaran sebelumnya.
18- KAUNUHU SAMI’AN
Kaunuhu Sami’an artinya keberadaan Allah itu harus Maha Mendengar segala sesuatu.Sifat ini dikatakan juga sifat Assam’u (Mendegar) yang berdiri pada dzat-Nya dan dilazimkan memiliki sifat ini.Sifat ini juga merupakan merupakan bentuk fa’il atau pelaku dari sifat Ma’nai – Assam’u (Mendengar).Dan untuk selanjutnya kita bisa mengambil perumpamaan atau contoh dari isfat Assam’u.
19- KAUNUHU BASHIRAN
Kaunuhu Bashiran artinya keberadaan Allah itu harus Maha Melihat segala sesuatu.Sifat ini dikatakan juga sifat Al-Basharu (Melihat) yang berdiri pada dzat-Nya dan dilazimkan memiliki sifat ini.Sifat ini juga merupakan bentuk fa’il atau pelaku dari sifat Ma’nai – Al-bashar (melihat).Dan untuk selanjutnya kita bisa mengambil perumpamaan atau contoh dari isfat Al-Basharu.
20- KAUNUHU MUTAKALLIMAN
Kaunuhu Mutakalliman artinya keberadaan Allah itu harus Maha Berbicara dengan pembicaraan yang tidak menyerupai ciptaan-Nya.Sifat ini dikatakan juga sifat Al-Kalamu (Berbicara) yang berdiri pada dzat-Nya dan dilazimkan memiliki sifat ini.Sifat ini juga merupakan merupakan bentuk fa’il atau pelaku dari sifat Ma’nai – Al-Kalam (Berbicara).Dan untuk selanjutnya kita bisa mengambil perumpamaan atau contoh dari isfat al-Kalam.
2. Penjelasan Sifat Mustahil
Sifat mustahil bagi Allah SWT berarti sifat-sifat yang secara akal tidak mungkin dimiliki Allah SWT.Sifat-sifat mustahil merupakan kebalikan dari sifat-sifat wajib bagi Allah SWT. Sifat-sifat mustahil bagi Allah SWT jumlahnya sama dengan sifat-sifat wajib bagi Allah yaitu sebanyak 20 ( dua puluh ) sifat, yaitu :
1. ‘Adam
Adam artinya tidak ada .
Alam semesta ini ada yang menciptakan yitu Allah SWT. Tidak mungkin alam semesta ini terjadi dengan sendirinya.Tidak mungkin diciptakan oleh manusia atau mahluk yang lain. Yang menciptakan adalah Allah.Maka mustahil Allah SWT tidak ada (‘Adam) .
“Dan dialah yang menciptakan bagi kamu sekalian, pendengaran, pengelihatan dan hati( tetapi) amat sedikitlah kamu bersyukur. Dan Dia telah menciptakan dan mengembangbiakkan kamu dibumi dan kepadanNya-lah kamu akan dihimpunkan. Dan Dialah yang menghidupkan dan mematikan dan Dialah yang (mengatur) pertukaran malam dan siang.Mengapa kamu tidak memahaminya?”.(Q.S. Al-Mu’minun / 23 : 78-80 )
2. Huduts
Huduts artinya baru atau ada pemulaannya.
Setiap yang baru atau ada permulaannya akan selalu didahului dengan tidak ada.Sesuatu yang tidak ada kemudian ada, pasti ada yang membuat atau menciptakan. Maka mustahil Allah SWT bersifat Huduts, sebab siapa yang menciptakan Allah SWT ? Setiap sesuatu yang Huduts pasti ada akhirnya sehingga tidak ada lagi. Hal ini jelas mustahil (tidak mungkin) bagi Allah SWT.
"Dialah yang awal dan akhir, yang dhahir dan yang bathin. Dan Dia maha Mengetahui segala sesuatu”.( QS. Al-Hadid / 57 : 3)
3. Fana’
Fana’ artinya rusak.
Mustahil Allah SWT yang mengendalikan seluruh alam semesta yang amat rumit ini bersifat fana’ (rusak).
”Semua yang ada dibumi akan binasa. Dan tetap kekal Dzat tuhanmu yang mempunyai kebesaran dan kemuliaan”.(QS Ar-Rahman/55 : 26-27)
4. Mumastalatu lil khawadist
Artinya menyerupai yang baru atau makhluk. Manusia saja jika membuat barang tentu tidak bisa sama persis dengan dirinya. Tidak mungkin Allah yang Maha Sempurna menciptakan mahlukNya sama dengan Dia sendiri.
”Dan tidak ada seorangpun yang sama dengan Dia (Allah)”. (QS Al-Ikhlas/112 : 4).
5. Ihtiyajuhu lighairihi.
Artinya membutuhkan sesuatu kepada selain dariNya.
Allah SWT adalah Maha Kaya. Mustahil Allah membutuhkan yang lain. Allahlah yang menciptakan semua makhluk dan memberi nikmat kepada semua makhluknya tetapi Dia tidak pernah mengharapkan imbalan.
”Dan Dialah yang Maha kaya sedangkan kamulah orang yang membutuhkan-Nya”. (Q.S. Muhammad / 47 : 38 )
6. Ta’addud
Ta’addud artinya berbilang atau lebih dari satu.
Muastahil Allah lebih dari satu, sebab jika Allah ada dua atau lebih, pasti akan terjadi perbedaan pendapat. Misalnya dalam pengaturan peredaran planet-planet dan bintang-bintang. Bila terjadi perbedaan cara pengaturan peredaran planet-planet dan bintang maka akan terjadi tabrakan. Kenyataannya planet-planet dan bintang-bintang selalu teratur beredar menurut garis edarnya. Hal ini menunjukkan bahwa hanya ada satu sumber pengaturnya yaitu Dzat Yang Maha Esa Yaitu Allah SWT.
“Sekiranya ada di langit dan di bumi tuhan-tuhan selain Allah, tentulah keduanya itu telah rusak binasa. Maka Maha Suci Allah yang mempunyai 'Arsy daripada apa yang mereka sifatkan”. (QS al-Anbiyaa/21 : 22).
”Sesungguhnya kafirlah orang-orang yang mengatakan bahwa Allah itu salah seorang dari yang tiga padahal sekali-kali tidak ada tuhan selain dan Tuhan Yang Maha Esa jika mereka tidak berhenti dari apa yang mereka katakana itu, maka orang-orang kafir diantara mereka disentuh siksa yang pedih”. (Al-Maidah : 73)
7. ‘Ajzun
‘Ajzun artinya Lemah.
Manusia mempunyai kekuatan pikiran dan fisik yang dengannya dapat memanfaatkan alam untuk meningkatkan taraf hidupnya.Manusia adalah ciptaan Allah.Jika manusia memiliki kekuatan apalagi Allah SWT, maka mustahil Allah bersifat lemah.
“Dan tiada sesuatupun yang dapat melemahkan Allah, baik yang di langit maupun yang di bumi. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Kuasa”. (QS Fathir/35 : 44)
8. Karahah
Karahah artinya terpaksa
Allah SWT melakukan sesuatu tanpa ada yang mempengaruhi secara terpaksa atau ada yang memaksa. Tidak mungkin Allah Dzat yang maha berkehendak melakukan suatu perbuatan atas dasar perintah pihak lain. Maka mustahil Allah SWT bersifat Karahah (terpaksa), diperintah atau diancam agar mau menjadikan sesuatu atau tidak menjadikan sesuatu.
"Sesungguhnya Tuhanmu Maha Pelaksana terhadap segala yang Dia kehendaki." (Q.S. Hud : 107).
9. Jahlun
Jahlun artinya Bodoh
Manusia diciptakan Allah masing-masing mempunyai keistimewaannya sendiri-sendiri.Ini menunjukkan bahwa ilmu Allah sangat luas atau maha luas.Allah SWT memberikan ilmu kepada manusia maka mustahil Allah SWT bersifat Jahlun atau bodoh.
“Dan tidaklah kamu diberi pengetahuan (oleh Allah) melainkan hanya sedikit saja”.(QS Al Israa/17 : 85)
10. Mautun
Mautun artinya Mati.
Allah menghidupkan dan mematikan mahlukNya. Mahluk Allah seperti manusia, binatang, tumbuh-tumbuhan yang hidup karena kehendak Allah, dan mustahil Allah sebagai penciptanya bersifat mautun atau mati sebab Allah Maha Hidup.
”Allah tidak ada tuhan selain Dia yang maha hidup, kekal, dan terus menerus mengurus ( mahlukNya ) tidak mengantuk dan tidak tidur”. (QS al-Baqarah/2 : 255).
11. Shamamun
Shamamun artinya tuli.
Allah mendengar setiap doa orang yang beriman walaupun hanya berupa bisikan di dalam hati sebab Allah Maha Mendengar dan Maha mengetahui. Oleh sebab itu mustahil kalau Allah bersifat Shamamun (tuli).
"Dan Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui." (Q.S. Al Baqarah/2 : 256).
12. ‘Umyun
‘Umyun artinya Buta.
Manusia, binatang diciptakan oleh Allah dengan diberi indra mata untuk melihat. Apalagi Allah yang Maha Melihat maka mustahil juka Allah bersifat ‘umyun ( buta ).
“Dia mengetahui pandangan mata yang khianat dan apa yang disembuyikan oleh hati.Sesungguhya Allah Dialah yang maha Mendengar Lagi Maha Melihat”. (QS Al-Mu’min/ 19-20)
“Dia tidak dapat dicapai oleh penglihatan mata, sedang Dia dapat melihat segala yang kelihatan; dan Dialah yang Maha Halus lagi Maha mengetahui”. (QS Al An’am/6 : 103).
13. Bukmun
Bukmun artinya Bisu.
Allah SWT menurunkan wahyu kepada para nabi, dari wahyu itu kemudian terhimpun kalamullah yang tertulis dalam kitabullah.Adanya al-Qur’an yang berisi firman Allah membuktikan bahwa mustahil Allah bersifat bukmun (bisu).
“Para rasul itu kami lebihkan sebagian atas sebagaian yang lain. Di antara mereka ada yang Allah bercakap-cakap (langsung dengannya) dan Allah meninggikan sebagian dari mereka beberapa derajat”. (QS Al Baqarah/2 : 253).
14. ‘Aajizan
Áajizan artinya maha lemah.Mustahil Allah bersifat Maha Lemah.
15. Mukrahan
Mukrahan artinya Maha Terpaksa.Mustahil Allah bersifat Maha Terpaksa.
16. Jaahilan
Jahilan artinya Maha Bodoh.Mustahil Allah bersifat Maha Bodoh.
17. Mayyitan
Mayyitan artinya Maha Mati.Mustahil Allah bersifat Maha Mati.
18. Ashammu
Ashammu artinya Maha Tuli.Mustahil Allah bersifat Maha Tuli.
19. A’ma
A’ma artinya Maha Buta.Mustahil Allah bersifat Maha Buta.
20. Abkamu
Abkamu artinya Maha Bisu.Mustahil Allah bersifat Maha Bisu.
Sifat Jaiz bagi Allah
Disamping sifat sifat wajib dan mustahil bagi allah ada lagi sifat boleh atau sifat jaiz yang dimiliki oleh Allah. Boleh atau mungkin bagi Allah menjadikan sesuatu itu ”ada” atau boleh atau mungkin membuatnya ”tidak ada”, maksudnya disini boleh melakukannya atau meninggalkannya. Allah sangat berkuasa untuk membuat sesuatu atau meninggalkannya.Contohnya, boleh atau mungkin bagi Allah menciptakan langit, bumi dan matahari dll dan dilain fihak boleh atau mungkin juga bagi Allah untuk tidak menciptakannya.
Tidak wajib bagi Allah membuat sesuatu seperti menghidupkan atau mematikan tapi Allah mempunyai hak muthlaq untuk memnghidupkan atau mematikan.
وَرَبُّكَ يَخْلُقُ مَا يَشَآءُ وَيَخْتَارُ مَا كَانَ لَهُمُ الْخِيَرَةُ سُبْحَانَ اللَّهِ وَتَعَالَى عَمَّا يُشْرِكُونَ
Dan Tuhanmu menciptakan apa yang Dia kehendaki dan memilihnya. Sekali-kali tidak ada pilihan bagi mereka. Maha Suci Allah dan Maha Tinggi dari apa yang mereka persekutukan (dengan Dia). (al-Qashash 6)
Hikmah Dan Atsar
Tidak seorangpun dari makhluk Allah yang berhak untuk memaksa Allah untuk melaksanakan atau meninggalkan sesuatu.Karena Allah adalah Dzat yang Maha Kuasa, tidak bisa dipaksa atau dikuasai. Sedangkan usaha dan doa manusia hanya sekedar perantara untuk mengharap belas kasih Allah dalam mengabulkan apa yang diinginkan. Keputusan akhir adalah mutlak ada pada kekuasaa Allah.
وَللَّهِ مُلْكُ السَّمَاوَاتِ وَالأَرْضِ وَمَا بَيْنَهُمَا يَخْلُقُ مَا يَشَآءُ وَاللَّهُ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ قَدِيرٌ
”Kepunyaan Allah-lah kerajaan langit dan bumi dan apa yang di antara keduanya; Dia menciptakan apa yang dikehendaki-Nya. Dan Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu.” (al-Ma’idah: 17)
Jelasnya, tidak seorangpun dari makhluk Allah yang berhak untuk memaksa Allah untuk melaksanakan atau meninggalkan sesuatu.Karena Allah adalah Dzat yang Maha Kuasa.Kekuasaanya tidak bisa dipaksa. Jika bisa dipaksa berarti wajib dilakukan.Maka mustahil bagi Allah memiliki sifat itu.
BAB IV
PENUTUP
- A. Kesimpulan
Tauhiddari segi bahasa‘mentauhidkan sesuatu’ berarti ‘menjadikan sesuatu itu esa’.Dari segi syari’tauhid ialah ‘mengesakan Allah didalam perkara-perkara yang Allah sendiri tetapkan melalui Nabi-Nabi Nya yaitu dari segi Rububiyyah, Uluhiyyah dan Asma’ Was Sifat’.
Tauhid di bagi menjadi tiga yaitu: (1) Tauhid Ar-Rububiyyah Yaitu mengesakan Allah dalam hal perbuatan-perbuatan Allah, dengan meyakini bahwasanya Dia adalah satu-satuNya Pencipta seluruh makhluk-Nya, (2) Tauhid Al-Uluhiyyah disebut juga Tauhid Ibadah, dengan kaitannya yang disandarkan kepada Allah disebut tauhid uluhiyyah dan dengan kaitannya yang disandarkan kepada hamba disebut tauhid ibadah, yaitu mengesakan Allah Azza wa Jalla dalam peribadahan, (3) Tauhid Al-Asma’ wa Shifat yaitu mengesakan Allah dalam Nama-nama dan Sifat-sifat bagi-Nya, dengan menetapkan semua Nama-nama dan sifat-sifat yang Allah sendiri menamai dan mensifati Diri-Nya di dalam Kitab-Nya (Al-Qur’an), SunnahNabi-Nya Shallallahu ‘alaihi wa Sallam tanpa Tahrif (menyelewengkan makna), Ta’thil (mengingkari), Takyif (mempertanyakan/menggambarkan bagaimana-nya)dan Tamtsil (menyerupakan dengan makhluk).
Aplikasi Tauhid bahwasanya berilmu dan mengetahui serta mengenal at tauhid itu adalah kewajiban yang paling pokok & utama sebelum mengenal yang lainya serta beramal ( karena suatu amalan itu akan di terima jika tauhidnya benar ).
- B. Saran
Dengan penulisan makalah ini diharapkan pembaca
- Memperoleh pengetahuan yang lebih luas tentang tauhid
- Lebih mendekatkan diri kepada Allah
Daftar Pustaka
Fauzan, Shalih. 2001. Kitab Tauhid I . Yogyakarta: Universitas Islam Indonesia.
EmoticonEmoticon